Minggu, Maret 30, 2008

Menghindari Sifat Hasud

Belajar dari Kepiting


Anda tahu kepiting? Ya, binatang ini biasa hidup di tepian sungai atau pantai. Jika kita mencermati dengan seksama, ada yang menarik dari perilaku kepiting, yaitu kepiting tidak senang melihat temannya “berhasil”. Jika tidak percaya, coba saja Anda tangkap atau beli beberapa ekor kepiting yang masih hidup. Kemudian letakkan kepiting-kepiting itu di dalam baskom yang cukup besar, dan biarkan baskom itu dalam keadaan terbuka. Lalu tinggalkanlah dan amati perilaku mereka dari jarak yang agak jauh.

Tahukah Anda apa yang terjadi? Kepiting-kepiting itu akan berjuang sekuat tenaga untuk meloloskan diri keluar dari baskom menggunakan capit-capitnya. Tetapi jika ada salah satu kepiting yang nyaris berhasil meloloskan diri keluar dari baskom, maka kepiting-kepiting lainnya pasti akan berusaha sekuat tenaga menariknya agar kembali ke dasar baskom. Begitulah seterusnya hingga akhirnya tidak ada satupun kepiting yang bisa meloloskan diri keluar dari baskom.

***
Dalam kehidupan keseharian banyak di antara kita yang berperilaku seperti kepiting dalam baskom. Ketika ada salah seorang teman kita yang berhasil mendaki tangga kesuksesan atau meraih sebuah prestasi, yang semestinya kita ikut berbahagia atas keberhasilan teman kita itu, tetapi justru kita malah merasa iri hati, dengki, bahkan berusaha sekuat tenaga untuk menarik dan menjatuhkan teman kita itu supaya kembali ke bawah (hasud).

Kita memang tidak akan terlepas dari kompetisi atau persaingan dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu kompetisi di kantor, di kampus, di sekolah, dan banyak lagi. Tapi bukan berarti dengan adanya kompetisi itu dijadikan alasan untuk memiliki sifat seperti kepiting. Kompetisi adalah suatu keniscayaan dan hal yang wajar, bahkan jika disikapi secara positif kompetisi dapat memacu kita untuk terus meningkatkan kualitas diri.

Tidak ada manfaat dan keuntungan sedikitpun yang didapat dari sifat dengki dan hasud. Justru kerugianlah yang akan kita dapat. Ingat hukum kausalitas, atau dalam bahasa Ary Ginanjar Agustian, hukum aksi min reaksi? Setiap aksi akan menimbulkan reaksi. Siapa yang menabur angin, dia pula yang akan menuai badainya. Setiap perbuatan yang kita lakukan, kita pula yang akan memperoleh akibat dari perbuatan itu. Ingat sekencang kita menendang bola ke arah tembok, maka sekencang itu pula bola akan memantul kepada kita.

Jika kita menebar kebaikan, maka kebaikan pula yang akan kita dapat. Sebaliknya, jika kita menabur kejelekan, maka kejelekan pula yang akan kita peroleh. Al-Qur’an menyatakan, “Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri…”. (QS. Al-Isra: 7).

Sifat hasud adalah sifat yang sangat tercela. Hasud akan menghapus kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar. Rasulullah saw. menegaskan, “Hendaklah kamu menjauhkan diri dari sifat hasud, sebab hasud memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar. ( HR. Abu Daud).

Karena itu, amat merugilah orang-orang yang memiliki sifat hasud. Hatinya tidak akan tenang dan hidupnya tidak akan tentram. Gejala orang yang terjangkit sifat hasud adalah sebagai berikut; pertama, selalu sibuk merintangi orang lain yang berjuang meraih kesuksesan, sehingga lupa untuk memajukan diri-sendiri. Kedua, merasa tidak senang dengan kesuksesan yang diraih orang lain, berusaha menghilangkannya, dan berharap kesuksesan itu akan berpindah kepadanya.

Sebagai muslim tidak patut bagi kita memiliki sifat seperti sifat kepiting (baca: hasud). Sifat hasud sama sekali tidak akan mampu menghilangkan kesuksesan yang diraih orang lain, melainkan hanya akan menyiksa bathin kita sendiri. Tidak perlu cemas dengan keberhasilan orang lain. Jangan ada iri hati dan tindakan yang bermaksud menghalagi teman atau orang lain agar mereka tidak maju, apalagi berusaha menghilangkan kesuksesan yang diraih orang lain. Buang jauh-jauh pikiran negatif itu! Kita semua berhak untuk meraih kesuksesan sesuai dengan kadar ikhtiar kita dalam menggapainya.

Jika kita telah memahami bahwa sukses adalah hak kita semua, maka semestinya kita bisa menghargai setiap keberhasilan yang diraih orang lain, bahkan kita selalu siap membantu orang lain untuk meraih kesuksesan. Karena itu, daripada menghabiskan waktu dan energi untuk menghalangi dan menjatuhkan orang lain, jauh lebih baik dan penting kita mengembangkan segenap potensi diri dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk meraih kesuksesan.

Kesuksesan (kalau bisa disebut kesuksesan) yang diraih dengan cara-cara licik dengan menjelek-jelekan dan menjatuhkan orang lain, sama sekali tidak bernilai apa-apa. Kesuksesan sejati adalah keberhasilan dan prestasi yang diraih dengan cara-cara elegan dan terhormat, serta siap untuk membagi kesuksesan tersebut kepada orang lain dan membantunya untuk meraih kesuksesan.

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari beriman kepadanya, dan cukuplah (bagi mereka) neraka Jahanam yang menyala-nyala apinya.” (QS. An-Nisa: 54 – 55)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Berikan Komentar di Sini!