Jumat, Februari 22, 2008

Memanfaatkan Waktu

Pernahkah kita memerhatikan perilaku kerbau? Kerbau adalah binatang yang tergolong malas. Coba saja kita perhatikan, setelah kenyang mengisi perutnya dengan rumput, kerbau akan merebahkan badannya dan tidur. Ketika perutnya terasa lapar kembali, ia akan bangun mencari makanan (rumput). Dan setelah kenyang, ia akan kembali tidur.

***

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemukan orang yang berperilaku seperti kerbau. Kerjaannya hanya makan, tidur, dan main. Dalam istilah orang Sunda disebut dengan istilah hardolin (dahar-modol-ulin). Ia tidak pernah memanfaatkan waktunya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Ia tidak menyadari bahwa waktu adalah aset yang teramat berharga. Orang yang demikian adalah orang yang tertipu.

Salah satu hal yang membedakan orang sukses dengan pecundang adalah dalam hal menghargai dan memanfaatkan waktu. Ketika para pecundang sedang duduk ongkang-ongkang kaki dan bermalas-malasan, orang-orang sukses telah mulai menabur “benih” serta bekerja keras dan cerdas. Itulah sebabnya, ketika orang-orang sukses menuai “hasil panen”, para pecundang hanya gigit jari, bahkan merasa iri dan menyalahkan Tuhan atas kesusahan yang mereka alami.

Salah satu aset manusia yang paling berharga adalah waktu. Kita semua diberikan waktu yang sama oleh Allah, yaitu 24 jam. Bukankah tidak ada manusia yang diberikan waktu 24, 5 jam atau 23 jam. Semua manusia diberikan waktu yang sama. Namun bagaimana kita memanfaatkan waktu, itu tergantung kepada diri kita masing-masing.

Ada orang yang dengan 24 jam dapat menjadi orang sukses, tapi ada pula orang yang dengan waktu yang sama hanya menjadi pecundang. Ada orang yang dengan 24 jam dapat mengurus perusahaan besar, bahkan negara, tapi ada pula orang yang dengan waktu yang sama, mengurus diri-sendiri saja tidak karuan.

Allah swt., dalam surat Al-Ashr, telah mengingatkan kita betapa waktu itu sangat penting dan mahal harganya.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling menasehati supaya menaati kebenaran, dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1 – 3).

Pada ayat pertama surat Al-Ashr, Allah bersumpah dengan nama waktu menggunakan huruf qasam (sumpah) wawu. Kemudian pada ayat kedua, Allah menggunakan lafal “inna” (innal insana), yang merupakan taukid (penegasan). Tidak cukup sampai di sini, di akhir ayat kedua Allah juga menggunakan lam taukid (la fi khusrin). Rangkaian huruf qasam dan taukid pada surat Al-Ashr menunjukan bahwa betapa waktu teramat penting dan berharga.
Karena itu, amat merugilah orang-orang yang gemar menyiakan-nyiakan waktu. Sebaliknya, beruntunglah orang-orang beriman yang menggunakan waktunya untuk beramal shalih dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Salah satu bentuk menyia-nyiakan waktu adalah bermalas-malasan. Orang yang malas akan cenderung menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, bahkan tidak bermanfaat sama sekali, seperti bergadang, mengobrol yang tidak karuan (ngalor-ngidul) sampai berjam-jam, nongkrong-nongkrong (kongkow) di cafe, mall, dan sebagainya.

Orang yang paling merugi adalah orang yang diberikan modal, tapi modal itu dihamburkan-hamburkan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat sampai habis dan akhirnya bangkrut. Waktu laksana modal (aset) bagi kita. Orang yang gemar menyia-nyiakan waktu hakikatnya sama dengan menghambur-hamburkan modalnya, sehingga ketika modalnya habis, yaitu saat ajal datang menjemput, ia menjadi orang yang bangkrut karena tidak memiliki tabungan amal shalih yang cukup untuk bekal di kehidupan akhirat.

Sebaliknya, orang yang benar-benar memanfaatkan waktunya dengan baik untuk beramal shalih, hakikatnya sama dengan mempergunakan modal yang diberikan kepadanya dengan baik, sehingga ia menjadi orang yang sukses. Ketika ajal datang menjemput, ia telah memiliki tabungan amal shalih yang memadai sebagai bekal menuju kehidupan akhirat. Dalam konteks inilah, Syaidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah pernah berkata, “Waktu laksana pedang. Jika kamu tidak dapat menggunakannya, maka dapat memenggalmu.”

Ada sebuah cerita menarik yang dapat kita petik pelajaran. Di suatu kampung, ada seorang pemuda yang suka bermalas-malasan. Suatu sore ia berjumpa dengan seorang nelayan yang membawa ikan-ikan hasil tangkapannya dalam keranjang. Pemuda itu bergumam, “Ah, andai saya memiliki ikan sebanyak itu, tentu hidup saya tidak akan seperti ini lagi. Hidup saya akan berubah menjadi lebih baik karena saya bisa menjual ikan-ikan tersebut, dan uangnya akan saya belikan pakaian dan makanan.”

Suatu ketika, seorang nelayan meminta tolong kepada pemuda itu untuk menjaga tali pancingannya. “Anak muda, saya harus pergi sebentar ke ujung jalan itu. Ada sesuatu yang harus saya lakukan. Maukah kamu menolong saya untuk menjaga tali pancing ini? Tentu saya akan memberikan sejumlah ikan hasil pancingannya kepadamu sebagai imbalannya,” kata nelayan itu.

Dengan senang hati, pemuda miskin itu menerima tawaran tersebut. Tidak lama kemudian ikan mulai menggigit tali pancing yang dipegangnya. Ia sangat senang. Tanpa terasa selama hampir dua jam itu, ia telah mendapatkan lebih dari sepuluh ekor ikan. Ia tersenyum lebar dan tampak begitu menikmati pekerjaannya.

Setelah sang nelayan kembali, pemuda miskin itu menyerahkan tali pancingnya bersama ikan dalam keranjang. “Anak muda, ambillah semua ikan itu. Kamu berhak memperolehnya karena telah bekerja,” kata sang nelayan sembari menyerahkan keranjang berisi ikan-ikan tersebut.

Pemuda miskin itu menerimanya dengan senang hati. Ketika pemuda miskin itu hendak beranjak pergi, sang nelayan berujar, “Anak muda, kamu masih sangat muda. Energimu masih sangat banyak dan kamu tampak sehat bugar. Aku ingin memberikan sedikit nasehat bagimu. Jangan pernah menghabiskan waktumu untuk berkhayal dan berharap akan mendapatkan sesuatu tanpa bekerja. Sibukkanlah dirimu, lemparkan “kail” yang kamu miliki dan wujudkan impianmu.” Pemuda miskin itu hanya bisa terdiam dan menyadari kekeliruannya selama ini.

Cerita tentang pemuda di atas seolah hendak menyindir kita semua. Bagaimana tidak, kita terlalu sering menghabiskan waktu dan energi untuk hal-hal yang tidak produktif. Mulai dari sekadar tidur berlama-lama, melamun, hingga berjalan-jalan tanpa tujuan yang pasti. Sebagian orang barangkali menyadari kesia-siaan tersebut, namun tampaknya sebagian besar sama sekali tidak menyadarinya.

Waktu ibarat air yang mengalir, tidak mungkin akan kembali lagi. Waktu yang sudah berlalu tidak mungkin dapat kita putar kembali. Waktu yang kita miliki adalah hari ini, karena waktu kemarin tak bisa diputar lagi dan waktu esok belum tentu kita masih diberi kesempatan untuk melihat mentari pagi terbit. Karena itu, mestinya kita pergunakan waktu yang kita miliki untuk beramal shalih dan menebar manfaat sebanyak mungkin.

Waktu adalah aset yang teramat berharga. Seinci waktu adalah seinci emas tetapi kita tidak bisa membeli seinci waktu dengan seinci emas. Maka pergunakanlah waktu dengan sebaik-baiknya sebelum datang penyesalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Berikan Komentar di Sini!